Kelompok Mineral Alterasi Berdasarkan Lingkungan Pembentukannya dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alterasi Hidrotermal
Tentuknya teman-teman sudah tahu kan apa itu alterasi hidrotermal, kalo
belum tahu, bisa baca di artikel ini dahulu “Jenis-JenisAlterasi Batuan dan Macam-macam Reaksi Kimia pada Alterasi Hidrotermal”. White (2006) mendeskripsikan faktor-faktor
yang berpengaruh dalam alterasi hidrothermal
menjadi tiga faktor utama antara lain bagaimana batuan berinteraksi
dengan fluida hidrothermal, rasio perbandingan air dan batu, dan komposisi
fluida hidrothermal. Dalam bidang eksplorasi mineral
ekonomis, alterasi sangat bermanfaat dalam memahami berbagai aspek pembentukan
mineral bijih dan genesanya.
![]() |
Stabilitas suhu dari mineral-mineral hidrothermal di lingkungan epithermal (Reyes dan Gigenbach, 1992). |
KONDISI PEMBENTUKAN ALTERASI HIDROTHERMAL
1. PERBANDINGAN
RASIO FLUIDA DAN BATUAN
Rasio fluida
dan batuan sangat penting dalam memahami intensitas alterasi hidrothermal pada
batuan. Jika jumlah fluida yang kontak terhadap batuan sedikit maka perubahan
kimia yang terjadi pada mineral-mineral penyusun batuan sedikit, penambahan
fluida hanya berfungsi untuk membentuk mineral-mineral hidrous (klorit, serisit
dan lain sebagainya) serta penambahan CO2 minor untuk membentuk
mineral-mineral karbonat, tetapi tidak terjadi metasomatisme mayor pada batuan.
Hal ini juga dipengaruhi oleh komposisi batuannya.
Jika rasio
perbandingan fluida dan batuan tinggi, maka mineral-mineral penyusun batuan
yang mungkin untuk teralterasi dapat teralterasi, dan komposisi keseluruhan
tubuh batuan secara substansial akan terubah, dalam proses ini berasosiasi
dengan metasomatisme mayor. Dalam kasus ini faktor yang paling mempengaruhi alterasi
batuan berupa komposisi kimia fluida hidrothermal.
Pengaruh
alterasi hidrothermal terhadap batuan dapat dibagi menjadi tiga (White, 1996)
yaitu :
1) Pengaruh yang bekerja pada individual
mineral secara selektif, proses ini terjadi dalam dua kondisi dimana batuan
yang berinteraksi fluida bersifat tidak reaktif sehingga hanya mineral-mineral
yang dapat bereaksi dengan fluida yang dapat menunjukkan pengaruh alterasi.
Atau jumlah fluida yang sedikit (rasio fluida:batuan rendah). Proses ini
umumnya terjadi pada zona alterasi propilitik.
2) Pengaruh yang terjadi hanya pada urat dan
batasnya, pengaruh ini dapat digunakan jika alterasi yang teramati di
batuan hanya berhenti di sekitar tubuh urat dan tidak terjadi mineralisasi
mayor di sana. Pengaruh jenis ini dapat digunakan untuk menunjukkan posisi
pusat sumber fluida hidrothermal dengan memperhatikan densitas dan distribusi
persebarannya di batuan.
3) Pengaruh pada keseluruhan batuan secara
pervasive, pengaruh ini terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu:
a.
Terdapat
suatu peristiwa struktur utama yang memungkinkan fluida hidrothermal masuk ke
dalam seluruh tubuh batuan dan mengalterasi seluruh komponen batuan secara
intensif.
b.
Batuan
memiliki banyak rekahan yang memungkinkan bagi fluida untuk masuk ke dalamnya dan
mengalterasi seluruh batuan tersebut.
2. SUHU DAN TEKANAN
Kondisi suhu
dan tekanan juga menentukan mineral-mineral alterasi terbentuk, misalnya pada
suhu 250°C kehadiran mineral-mineral klorit akan berkurang dan digantikan oleh
kehadiran mineral-mineral biotit, sedangkan tekanan berpengaruh terhadap
temperatur fluida sehingga pendidihan (boiling)
fluida hidrothermal dapat terjadi.
Adapun
kelompok mineral-mineral ubahan menurut Corbett dan Leach (1996) serta kondisi
lingkungan pembentukannya sebagai berikut :
a. Kelompok
silika yang terbentuk pada pH rendah (<2) yang berasosiasi dengan
kandungan besi titanium seperti rutil. Pada suhu <100°C dengan kondisi
keasaman larutan hidrothermal yang ekstrim akan terbentuk silika opal,
kristobalit dan tridymit. Sedangkan pada suhu 100°C-200°C akan terbentuk
kalsedon, dan pada suhu yang tinggi (>200°C) akan terbentuk mineral silika
amorf.
b. Kelompok
mineral alunit, ketika kandungan pH dari larutan hidrothermal >2 akan
terbentuk asosiasi mineral silika dengan mineral andalusit, ketika suhu larutan
memiliki kisaran yang besar (>300°C-350°C)
mineral andalusit akan terbentuk bersamaan dengan mineral korundum.
Terdapat empat lingkungan pembentukan alunit yang berbeda yaitu steam heated alunite yang terbentuk di
bawah permukaan dengan kedalam berkisar 1-1,5 km yang dipengaruhi oleh
kandungan asam yang tinggi yang dibawa oleh gas H2S yang terjadi
akibat pendidihan pada sistem hidrothermal. Mineral-mineral yang terbentuk
berupa kristal-kristal halus dan kristal-kristal yang menjarum. Supergene alunite yaitu hasil dari asam
sulfurik oleh pelapukan dari endapan sulfida yang masif, dengan bentuk kristal
menjarum yang serupa dengan produk steam
heated alunite, kelompok alunit jenis ini dapat dibedakan dengan jenis
sebelumnya berdasarkan tatatan geologinya dan juga dijumpai adanya kandungan
oksida besi sebagai salah satu hasil lapukan. Magmatic alunite, terendapkan dari volatil yang berasal dari
intrusi dan umumnya terjadi pada zona urat-urat dan breksi, dengan bentukan
kristal radier prismatik, pada lingkungan yang dekat dengan sistem porfiri
terbentuk mineral-mineral alunit yang memiliki kristal yang tidak beraturan
bertekstur poikilitik dan kontak dengan mineral kuarsa, liquid alunite terbentuk dari larutan yang berasal dari magma
dengan kristal yang dihasilkan kasar dengan bentuk tabular atau seperti
berbilah-bilah.
c. Kelompok
kaolin, terbentuk dari lingkungan dengan fluida berkadar pH lebih tinggi
(berkisar 4) dengan mineral yang terbentuk berupa kaolin dengan suhu yang
berkisar <150°C-200°C dan propilitik pada suhu <200°C-250°C. dimana
dickit dapat dijumpai pada daerah transisi diantara kisaran suhu kedua
tingkatan sebelumnya.
d. Kelompok
Illit, terbentuk pada kondisi dengan kandungan pH larutan hidrothermal
tinggi (berkisar 4-6). Pada daerah transisi pH 4-5 akan dijumpai
mineral-mineral kaolin yang mendominasi. Pada suhu <150°C-200°C akan
dijumpai mineral smektit yang terbentuk, sedangkan pada suhu 100°C-200°C akan
dijumpai keterdapan mineral illite-smektit yang inter-layering, mineral illit akan ditemukan pada kisaran suhu
200°C-250°C, kemudian mineral-mineral mika berbutir halus pada suhu
>200°C-250°C. dan kristal-kristal kasar mika putih terjadi pada suhu
>250°C-300°C
e. Kelompok
mineral klorit, terbentuk pada kondisi larutan hidrothermal memiliki pH netral
klorit-karbonat, dengan terjadi adanya transisi dari kelompok illit, berupa
asosiasi antara mineral klorit dan smektit pada suhu yang rendah, dan
didominasi oleh klorit pada suhu yang lebih tinggi.
f. Kelompok
kalksilikat, kelompok ini ditandai dengan hadirnya asosiasi
zeolit-klorit-karbonat pada suhu yang rendah dengan kondisi pH larutan
hidrothermal bersifat alkali netral. Dan pada suhu yang tinggi akan terbentuk
mineral-mineral amfibol sekunder (aktinolit). Zeolit merupakan jenis mineral yang
sensitif terhadap perubahan suhu, pada suhu <150°C-200°C akan terbentuk
mineral-mineral hydrous zeolit (natrolit, kabazit, mordenit, stilbit, dan
heulandit), pada suhu 150°C-200°C muncul mineral berupa laumontit, pada suhu
200°C-300°C muncul mineral Wairakit yang terbentuk pada kondisi lebih dalam dan
lebih panas dalam sistem hidrothermal. Pada beberapa sistem hidrothermal lain
juga muncul mineral prehnit dan pumpellite menggantikan epidot (Elders et
al.,1982). Epidot terbentuk pada suhu 180°C-220°C dengan bentuk butiran yang
buruk, dan pada suhu >220°C-250°C akan membentuk butir mineral yang baik.
Amfibol sekunder (utamanya aktinolit) terbentuk pada sistem hidrothermal aktif
yang stabil pada suhu berkisar >280°C-300°C (Leach et al.,1983). Biotit dapat
ditemukan pada zona bersuhu >300°C-325°C dan juga lingkungan porfiri.
Lingkungan sistem porfiri aktif ditandai dengan hadirnya mineral-mineral
seperti klinopiroksen (>300°C) dan garnet (>325°C-350°C).
g. Fase
mineral-mineral lain, kelompok ini terdiri dari kehadiran
mineral-mineral karbonat yang terbentuk pada wilayah pH dan temperatur yang
luas (pH >4). Mineral-mineral ini berasosiasi dengan mineral illit, kaolin,
klorit dan fase kalk-silikat. Mineral-mineral Feldspar yang berasosiasi dengan
mineral klorit dan fase mineral kalk-silikat. Mineral-mineral feldspar sekunder
seperti albit dapat terbentuk pada kondisi pH alkali netral dengan kandungan aNa+/aK+
tinggi sedangkan potasium feldspar terbentuk jika kandungan rasio aNa+/aK+
rendah. Mineral-mineral sulfida terbentuk hampir pada semua kisaran suhu dan
pH. Dimana alunit akan terbentuk pada pH rendah (<3-4) dan anhydrit pada pH
yang lebih tinggi, dan suhu lebih tinggi dari 100-150°C dan gypsum terbentuk
pada suhu yang lebih rendah.
Daftar Pustaka:
White, N., 2009, Ephithermal Gold Deposit; in SEG-MGEI Gold Deposit
Workshop 2009, Gold Deposits: New Development and Exploration, Gadjah Mada
University, Yogyakarta,Indonesia.
Reyes,A. G., dan Giggenbach, W. F., 1992, Petrology and fluid chemistry of
magmatic-hydrothermal systems in the Phillipines, In : Y.K. Kharaka dan A. S.
Maest (Editors) Water rock Interaction. Proceedings of the 7th International
Sympossium on Water-Rock Interaction, Park City, USA, Balkema, Rotterdam, pp,
1341-1344.
0 Response to "Kelompok Mineral Alterasi Berdasarkan Lingkungan Pembentukannya dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alterasi Hidrotermal"
Post a Comment
Berikan komentarnya yaaa.... Kritik dan saran Anda amatlah berarti :D