Pengertian Coking Coal, Metalurgical Coal, Caking Coal
Batubara coking
atau coking coal juga disebut dengan metallurgical coal atau Caking
coal yaitu batubara yang
memiliki karakteristik dan tendensi pada saat karbonisasi mengalami rangkaian
perubahan secara fisik dengan melunak, meleleh, melebur dan kemudian
tersolidasi kembali (Speight 2005).
Batubara coking, dipersyaratkan memiliki
kondisi ikatan yang relatif lemah dalam strukturnya, sehingga memiliki nilai densitas dan kekuatan yang relatif
kecil. Hal ini penting berkaitan dengan proses peremukan batubara sebagai bahan dalam pembuatan kokas
metalurgi. Kemampuan batubara coking
untuk diubah dalam bentuk fragmen-fragmen yang lebih kecil tapi relatif seragam
berkaitan dengan sifat fisik berupa densitas dan kekuatannya tersebut (Speight,
2013).
Selain itu sifat fisik terpenting dari batubara coking yang digunakan sebagai bahan
kokas metalurgi adalah plasticity dan caking. Plasticity adalah
kemampuan batubara untuk meleleh dan terikat, sementara caking adalah kemampuan batubara untuk membentuk gumpalan yang
mengembang selama proses karbonisasi dan tersolidasi kembali. Salah satu tes plasticity
untuk mengamati caking properties
dari batubara cooking adalah Crucible
Swelling Number (CSN), tes yang paling sederhana dan mudah dilakukan yang bertujuan untuk
mengukur Free Swelling Index (FSI) dari batubara.
![]() |
Blast Furnace (Slide Kuliah Batubara, Ferian Anggara) |
Karbonisasi batubara adalah
proses konversi batubara dengan
memanaskan batubara untuk
menghilangkan semua pengotornya hingga didapatkan kokas batubara.
Pemanasan ini dapat dilakukan baik pada temperatur rendah, maupun temperatur
tinggi (Miller, 2005). Tujuan utama proses karbonisasi batubara pada temperatur
tinggi adalah untuk menghasilkan kokas metalurgi, yang merupakan bahan baku
untuk peleburan besi dan baja. Temperatur yang digunakan untuk memproduksi kokas metalurgi berkisar antara
1000 – 1100˚C.
Kokas atau coke
adalah batubara yang mengalami pengaruh termal, dengan kokas yang dihasilkan
untuk kegiatan industri biasanya digunakan untuk kepentingan pemurnian logam.
Pada kegiatan peleburan besi dan baja, kokas yang digunakan merupakan kokas
yang diproduksi dari batubara coking
melalui proses karbonisasi dengan temperatur tertentu. Kokas yang dihasilkan
pada kegiatan industri melalui proses karbonisasi dan digunakan pada peleburan
besi dan baja disebut kokas metalurgi. Pada kokas metalurgi, komposisi utamanya
adalah matrik yang berasal dari massa dasar batubara, didominasi oleh matrik
yang berasal dari vitrinit yang terkarbonisasi dan mengalami transformasi
melalui fase mesophase, komponen
lainnya adalah konstituen organik dan inorganik yang tidak atau mengalami sedikit
perubahan, umumnya adalah sebagian partikel inertinit dan mineral serta pori
dan retakan pada matrik kokas (Gray
dan Devanney, 1986).
Kelembaban yang rendah menjadi salah satu parameter
yang diharapkan dari kokas, karena air merupakan katalis yang mengoksidasi
karbon monoksida ke karbon dioksida yang akan membuat reduksi dari bijih besi
tidak optimum, kadar volatile matter,
abu dan sulfur serta fosfor yang rendah juga menjadi persyaratan agar tidak mengkontaminasi
produk besi cair yang dihasilkan.
Kokas metalurgi dihasilkan dari batubara bituminous melalui proses karbonisasi
dengan suhu mencapai 1.100˚C. Pada proses karbonisasi modern dalam skala
industri, banyak produk sampingan dari karbonisasi yang memiliki nilai ekonomis
dan dapat dimanfaatkan, antara lain gas, aspal, benzene dan ammonia (Speight,
2013).
Kualitas
kokas diukur berdasarkan parameter kualitas yang paling utama dan umum untuk dijadikan
acuan, yaitu stabilitas dan reaktifitas dari kokas (Taylor, dkk., 1998). Ada
banyak metode dan berbagai standar yang dikembangkan untuk mengukur stabilitas dan
reaktifitas kokas tersebut (misalnya ASTM, JIS dan sebagainya). Pengukuran
reaktifitas (CRI/Coke reaktivity Index) kokas dapat dilakukan dengan
metode NCS (Nippon Steel Corporation)
yang menggunakan metode tes dengan pemanasan sampel kokas pada temperatur
1.100˚C dengan tekanan nitrogen. Pengujian ini merepresentasikan kondisi kokas
pada kondisi blast furnace (Diez,
dkk, 2002).
Nilai CRI untuk kokas metalurgi yang ideal adalah
dibawah 30% dengan nilai CSR (Coke
strength after Reaction) harus lebih besar dari 55%. Dari banyak penelitian
terdahulu (Taylor, dkk., 1998) diketahui bahwa semakin dominan partikel
anisotropik optikal pada kokas, akan semakin rendah reaktifitasnya. Hal ini
berkaitan dengan struktur susunan karbonnya yang lebih kuat hingga secara
kimiawi lebih stabil kepada reaksi dengan karbon dioksida pada blast furnace atau dengan oksigen pada
proses karbonisasi dibandingkan dengan kokas yang matriknya didominasi partikel
isotropik optikal. Pengukuran reaktifitas kokas juga dapat dilakukan dengan
menggunakan fungsi V-tipe, (berdasarkan atas rentang reflektan vitrinit) yang
apabila dikombinasikan dengan data maseral lainnya dapat digunakan untuk
mengkalkukasikan composition balance
index (CBI), yaitu jumlah rasio aktual komponen inert yang ideal agar mencapai coke strength yang optimal
(Ruiz dan Crelling., 2008).
Daftar Pustaka :
Diez, M.A.,
Alvarez, R., Barriocanal, C., 2002., Coal For Metallurgical Coke Production: Predictions
Of Coke Quality And
Future Requirements For Cokemaking, International Journal of Coal Geology, Vol.50, p. 385-412.
Gray, R.J dan Devanney,
K.F., 1986., Coke carbon forms: Microscopic Classification And Industrial
Applications, International Journal of Coal Geology, Vol. 6 p. 277-297.
International Committee for
Coal and Organic Petrology (ICCP), 1998., The New Vitrinite Classification (ICCP
System 1994), Fuel, Vol. 77, No. 5, p. 349-358.
Renton,
J.J., 1982., Mineral matter in Coal, Coal Structure, ed. Meyer RA, Academic Press, p. 283-324.
Ruiz, S., Crelling, J.C., 2008., Applied Coal
Petrology : The Role of Coal Petrology In Coal Utilization, 388 pp.
Speight, J.G., 2005., Handbook
of Coal Analisys, John Wiley & Sons. Inc. Publication, 238 pp.
Speight, J.G., 2013., The Chemistry and Technology of Coal 3th edition,
CRC Press., 807 pp.
Ward, C.R., 1986., Review
of Mineral Matter in Coal,
Australian Coal Geology, Geol. Society of Australia, Vol.6 p.87-107.
Ward, C.R., 2002., Analysis
and Significance of Mineral Matter in Coal Seam, International Journal of Coal Geology,
Vol.50, p. 135-168.
KOMENTAR KAMU :
Posting Komentar