Komposisi dan Mineralogi yang Unik pada Batuan Karbonat
Kualitas reservoar pada
batuan karbonat salah satunya dipengaruhi oleh komposisi
dan mineralogi dari batuan karbonat. Secara umum, komponen
utama yang menyusun batuan karbonat baik itu modern carbonate maupun ancient
carbonate adalah allochems (butir
karbonat), mud (yang umumnya rekristalisasi menjadi “mikrit”), semen dan sangat
jarang/sedikit butir terigenous. Allochems merupakan
agregat butiran karbonat yang umumnya mengalami transportasi
dan memiliki 4 jenis agregrat yang utama berupa intraclasts, pellets
(peloid), ooids, dan skeletal fragments (bioclasts) (Emery, 1992).
Menurut Tucker (1991),
komponen penyusun batuan karbonat dibedakan atas non-skeletal grain, skeletal grain, matriks dan semen. Non-skeletal grain terdiri dari :
1.
Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk
bulat atau elips yang mempunyai satu atau lebih struktur lamina yang konsentris
dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya berupa partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker,
1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2
mm maka disebut pisoid (Tucker 1991).
2.
Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk
bulat, elipsoid atau meruncing yang
tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 –
0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasal dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991).
3.
Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran
karbonat yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung
akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang
sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan
air terkandung dalam lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
Butiran karbonat selanjutnya adalah skeletal grains. Skeletal grains adalah butiran cangkang penyusun batuan
karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan
dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987).
Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi
invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991). Hal ini akan berakibat
karakteristik reservoar batuan karbonat mengalami perubahan dari waktu ke waktu diakibatkan
karena adanya perbedaan komposisi butir penyusun batuan karbonat dimana masing-masing
organisme penyusun batuan karbonat
memiliki karakteristik bentuk dan geometri pori awal yang berbeda-beda (porositas primer) yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan
porositas sekunder setelah
tahap diagenesis (lihat gambar dibawah
ini).
Komponen penyusun batuan karbonat yang ketiga menurut
Tucker (1991) adalah mud (lumpur karbonat) atau mikrit. Mikrit merupakan matriks yang
biasanya berwarna
gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki
ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan
bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus
dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi
ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan
oleh mosaic microspar yang kasar. Yang
terakhir adalah semen dimana semen terdiri dari material halus
yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan
setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi
ataupun sulfat (Tucker,
1991).
Baca juga : Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat : Zona Meteorik
Baca juga : Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat : Zona Meteorik
Komposisi mineral
memiliki peranan penting didalam mengontrol kualitas suatu batuan karbonat
sebagai reservoar hidrokarbon. Implikasi terpenting adalah hubungannya dengan
proses pengendapan yang berlangsung setelah terjadinya proses pengendapan karbonat.
Material karbonat tersusun oleh beberapa jenis mineral karbonat yang paling
umum dijumpai dalam komposisinya. Secara garis besar terdapat 3 jenis mineral
karbonat sebagai komposisi dari fragmen atau butir hingga matriks penyusun
batuan karbonat yaitu mineral aragonit,
High Mg Calcite, dan Low Mg Calcite
serta yang jarang dijumpai sebagai penyusun utama adalah dolomit. Sebagian
besar penyusun batuan karbonat adalah organisme baik bercangkang maupun
kelompok kelompok alga dan masing – masing tersusun oleh komposisi mineralogi
yang berbeda (Moore, 2001).
Mineral aragonit
memiliki struktur kristal orthorombik dan pada kondisi di permukaan mineral ini
tidaklah stabil (Lucia, 2007). Mineral kalsit (low Mg-Calcite) memiliki struktur kristal triklin dan memiliki
tingkat kestabilan lebih sementara dolomit adalah mineral yang paling stabil. Komposisi mineralogi dari masing -
masing jenis organisme maupun grain penyusun batuan karbonat memiliki tingkat
kestabilan yang berbeda beda. Hal ini akan berilmplikasi pada saat proses
diagenesa berlangsung, dimana pada suatu kondisi dalam lingkungan tertentu
terjadi proses diagenesa. Suatu batuan karbonat yang tersusun oleh fragmen /
grain dengan komposisi mineralogi berbeda akan menyebabkan perbedaan proses
diagenesa didalamnya.
Pada gambar dibawah ini merupakan grafik penggambaran hubungan antara jenis komposisi mineral penyusun cangkang organisme penghasil karbonat dan laju pelarutan yang terjadi didalamnya pada saat proses diagenesa terjadi (Moore, 2001). Grafik tersebut menunjukan bahwa didalam proses diagenesa yaitu pelarutan, mineral aragonit memiliki laju kecepatan pelarutan lebih besar dibandingkan dengan fragmen cangkang yang terususun oleh High Mg Calcite dan Low Mg Calcite (Moore, 2001). Sehingga dapat menunjukan bahwa material penyusun batuan karbonat terutama yang terususn oleh mineral aragonit adalah yang paling tidak stabil dan pada saat proses pelarutan berlangsung,mineral ini akan mudah untuk membentuk porositas sekunder (Moore, 2001).
Pada gambar dibawah ini merupakan grafik penggambaran hubungan antara jenis komposisi mineral penyusun cangkang organisme penghasil karbonat dan laju pelarutan yang terjadi didalamnya pada saat proses diagenesa terjadi (Moore, 2001). Grafik tersebut menunjukan bahwa didalam proses diagenesa yaitu pelarutan, mineral aragonit memiliki laju kecepatan pelarutan lebih besar dibandingkan dengan fragmen cangkang yang terususun oleh High Mg Calcite dan Low Mg Calcite (Moore, 2001). Sehingga dapat menunjukan bahwa material penyusun batuan karbonat terutama yang terususn oleh mineral aragonit adalah yang paling tidak stabil dan pada saat proses pelarutan berlangsung,mineral ini akan mudah untuk membentuk porositas sekunder (Moore, 2001).
![]() |
Hubungan antara laju proses pelarutan, tekstur pengendapan dan komposisi mineralogi pada material karbonat (Walter, 1985 dalam Moore, 2001). |
Daftar Pustaka :
Lucia, F. Jerry, 2007, Carbonate
Reservoir Characterization “An Integrated Approach” 2nd edition,
Springer-Verlag, Berlin.
Moore, Clyde H. 2001. Carbonate Reservoir Porosity Evolution and Diagenesis
in a Sequence Stratigraphy Frmaework. Development in Sedimentology 55. Elsevier
Science Amsterdam Netherlands.
Scholle, P. A., and Scholle, D.S. U., 2003, A Color Guide To The
Petrography. AAPG Memoir 77. The American Association of Petroleum
Geologists, Tulsa, Oklahoma, U.S.A.
Tucker, M.T., dan Wright, V.P., 1990, Carbonate Sedimentology, Blackwell
Science Ltd, Oxford.
KOMENTAR KAMU :
Posting Komentar